Gambar Pinjaman dari Google |
Perjalanan panjang kehidupan membawaku terdampar jauh di sebrang laut sini, semua itu aku lakukan karena aku masih punya mimpi dimana mimpi tersebut belum bisa ku terbangkan seperti layaknya lebah yang dapat menghasilkan madu dan tentunya dapat bermanfaat untuk sesama, ku mohon do’a sekalian agar semua itu bisa lekas terwujudkan.
Dari desa terpencil yang bernaung di bawah dinginnya "Nafas Gunung Ciremai" ku naiki semangat kuda kecil yang menjadi lambang kota Kuningan, ku pacu sekencang lesatan busur panah Ramayana menuju kota kecil yang sedang berkembang di sebelah selatan pulau Sumatera ‘Jambi’ namanya. Aku puas dengan langkahku meskipun belum berbuah madu. (Cadasss.. gaya bahasanya Ngerii wkwkwkw).
Dari desa terpencil yang bernaung di bawah dinginnya "Nafas Gunung Ciremai" ku naiki semangat kuda kecil yang menjadi lambang kota Kuningan, ku pacu sekencang lesatan busur panah Ramayana menuju kota kecil yang sedang berkembang di sebelah selatan pulau Sumatera ‘Jambi’ namanya. Aku puas dengan langkahku meskipun belum berbuah madu. (Cadasss.. gaya bahasanya Ngerii wkwkwkw).
Hehehe.. apa yang ku ungkapkan di atas merupakan gambaran bahwa saat ini aku sedang merantau di negeri sebrang untuk mewujudkan doa-doa yang belum terkabul. Sebagai anak rantau yang tentunya jauh dari orang-orang terdekat, tidak jarang diriku dilanda virus rindu terutama pada sahabat-sahabat kecilku yang pernah mengukirkan kenangan dihatiku.
Yachh aku rindu kalian, aku rindu masa-masa kita duduk di bangku putih-biru saat kita mengumpulkan uang recehan sebagai bekal sangu sekolah dan kita jajan bersama dengan uang tersebut meskipun tidak semuanya bisa mengumpulkan uang karena tidak membawanya atau tidak punya.
Yachh aku rindu kalian, aku rindu saat kita melangkahkan kaki-kaki lemas kita, saat menaiki lereng-lereng Gunung Ciremai, dibawah rinai hujan dan kejaran kabut asap Ciremai kita tergesa membangun tenda, beradu urat leher dengan petugas karena berkemah tidak bayar, dan saat Engkos Kosasih mendentingkan gitarnya seraya kita bernyanyi bersama mengitari hangatnya api unggun di Lereng Ciremai itu, sungguh semua ku rindukan wahai kawan...
Apalagi saat kita bersepakat menyasarkan diri mencari jalan baru untuk turun gunung dan kembali ke rumah kita masing-masing, disana ada rasa iba melihat salah satu Pembina kita badannya penuh ‘bentol’ terkena ciuman-ciuman ulat bulu yang "naksir" kepadanya (oohh sungguh kasiaan, kawaaan), tapi kurang ajarnya kita malah bersuka ria mandi di sungai taman wisata Pajambon ditengah-tengah penderitaannya. Aku masih ingat kawan, dibawah pohon cengkih itu kalian membaiat diri ku untuk menjadi ketua “PEKA” (PEcinta Kelestarian Alam) organisasi yang kita cintai semasa sekolah dulu. Sungguh aku terharuuu.
Dan keharuan yang membuncah mengekor raungan tangis dikala perpisahan sekolah tiba, tak ku sangka Pembina kita “Mr. Nur Alim” yang kita kenal bersama sebagai orang yang tegar, orang yang periang, orang yang super kreatif dan imajinatif yang tak pernah menunjukkan kesedihannya dihadapan kita, malah saat itu beliau duluan yang menangis. Kita berpelukan erat disana kawan, kita berhasil membuat mereka bertanya-tanya kenapa kita menangis, dan mereka wajar bertanya karena mereka tak tau sedekat apa kita kawannn.
Kini bertahun-tahun aku merantau di sebrang sini, tapi ku “syukuri” ternyata kalian tak pernah berubah, kalian masih tetap “Ade, Uma dan Kenon” yang dulu. Hanya wajah dan cara hidup kita saja yang berbeda, tapi dadung persahabatan kita masih tetap kokoh seperti dulu. Ku cintai kalian, seperti aku mencintai diriku.
Ini adalah masa-masa yang aku tunggu kawann, bertahun lamanya ku tunggu. Tradisi ala persahabatan kita yang biasa kita lakukan “reuni sambil bakar ayam” huuuhhh maknyuss nya dunia hehe…
Coba lihat kompaknya kita saat malam itu, satu membersihkan ayam dan satu membetulkan lampu dibantu yang lainnya :
Pedihnya asap bakaran dan dinginnya Nafas Ciremai malam itu terkalahkan oleh rasa semangat dan canda tawa kita ;
Dan saat semua tersaji hangat-hangat, dengan lahap kita bantai ayam-ayam tak berdaya itu, kita ceburkan dalam genangan sambal kecap buatan Mas Saparuddin wkwkwkwk… Yumiiii...........;
Alhamdulillah ya Robb,, kenikmatan ini masih bisa kami cicipi, kenikmatan persaudaraan yang Allah tautkan diantara kita adalah anugerah terindah yang harus kita jaga sampai akhir masa,, wassalam sobatt… !!!
Peace man....!!! wkwkwkwkw |
Hidup PEKA...
BalasHapusmuantapp tuh mas :)
BalasHapus