Selasa, 01 November 2011

Kiat-kiat Menjadi Evaluator yang Sukses

      PENDAHULUAN
Sudah menjadi hal yang baku bahwasanya untuk mengukur seberapa besar keberhasilan yang telah dicapai dalam proses pembelajaran tentunya perlu diadakan evaluasi. Untuk melaksanakan sebuah evaluasi maka diperlukan kiat-kiat agar proses evaluasi tersebut dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah yang sederhana ini akan dibahas mengenai kiat-kiat untuk menjadi seorang evaluator yang sukses.
Evaluasi hendaknya dilihat dari berbagai aspek, karena hasil evaluasi belajar terkadang memiliki hasil  yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, meskipun proses pembelajaran itu sudah dilakukan secara maksimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi formatif dan sumatif yang tidak selamanya berhasil, karena itu evaluasi secara kontinue, komprehensif, dan terpadu harus dilakukan agar kondisi yang mempengaruhi hasil evaluasi formatif atau sumatif tersebut tidak merugikan siswa, atau dengan kata lain evaluasi tersebut dapat dilakukan secara objektif. 


Di sisi lain, evaluasi di luar kelas secara kontinu, komprehensif, dan terpadu tersebut haruslah dapat terukur atau ditunjang oleh evaluasi formatif dan sumatif, karena tidak jarang ditemui bahwa siswa tertentu terkadang memiliki ranah psikomotorik yang tinggi, sehingga menyebabkan siswa tersebut memiliki reaksi “plus” dibandingkan yang lainnya. Misalnya, seorang siswa yang aktif dalam kegiatan pramuka sehingga mampu mengangkat nama baik sekolah, memenangkan kegiatan LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja), pintar musik, berbakat dalam olahraga, pidato bahasa Arab dan Inggris, dan sebagainya, tetapi justru memiliki prestasi akademik yang rendah.

Dalam kondisi seperti ini, guru sebagai evaluator dihadapkan pada suatu kondisi dilematis. Jika kriteria penilaian (evaluasi) itu adalah hanya nilai harian, nilai midsemester, atau caturwulan, maka kelihatan bahwa siswa yang memiliki kemampuan “plus” tersebut tidak tertolong dalam evaluasi formatif atau sumatif.

Karena itu, dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang bisa mempengaruhi implikasi (perlakuan) dan aplikasi (penerapan) evaluasi terhadap evaluasi akhir yang akan diterima seorang siswa, maka ada beberapa kiat yang perlu dilakukan oleh seorang guru.


KIAT-KIAT MENJADI EVALUATOR YANG SUKSES

Mengenali kesulitan belajar siswa
Siswa dengan segala potensi yang ada padanya, menjadi factor penentu berhasil tidaknya dalam menempuh suatu satuan pelajaran. Akan tetapi, potensi ini tidak selamanya dapat diberdayakan. Hal ini disebabkan ada kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhinya.

Kondisi internal adalah suatu kondisi atau keadaan psikologis dari dalam (inner) yang mempengaruhi keseimbangan sikap, perbuatan, atau tindakan. Kondisi internal yang dimaksud antara lain rasa kecewa, kesal, ketakutan, gaya dan sikap belajar, kemandirian, dan sebagainya.

Kondisi eksternal adalah suatu kondisi atau keadaan luar (outer) yang ikut mempengaruhi keadaan psikologis sehingga terjadi ketidakseimbangan sikap, perbuatan, dan tindakan, atau dengan kata lain, labil. Kondisi eksternal tersebut antara lain, kecemasan, rasa takut, daya dukung keluarga, dan lain sebagainya.

Baik kondisi internal maupun kondisi eksternal, kedua-duanya akan ikut mempengaruhi minat dan gairah siswa dalam belajar. Oleh karena itu, seorang guru yang ingin berhasil dalam melakukan evaluasi yang sukses, hendaknya mengenali apa masalah yang menjadi factor penyebab siswa mengalami kesulitan dalam belajar.

Pemberian terapi kejiwaan
Rasa cemas, takut, orang tua sering bertengkar di rumah, ditodong, rasa benci, sinis, dendam, dan sejumlah persoalan sejenis lainnya akan ikut mempengaruhi hasil evaluasi dan mungkin juga dalam proses pembelajaran.

Guru sebagai evaluator, disini hendaknya bertindak secara persuasive dalam memberikan terapi kejiwaan melalui nasihat, perlindungan, kedamaian, dan sebagainya yang dianggap perlu, sehingga rasa cemas, takut, orang tua sering bertengkar dirumah, ditodong, rasa benci, sinis, dendam, dan lain sebagainya, tidak menjadi persoalan psikis yang dapat mengganggu konsentrasi siswa.

Terkadang kondisi seperti ini luput dari perhatian seorang guru dengan berbagai sebab tertentu, misalnya alokasi waktu mengajar yang sedikit terlupakan atau mungkin reaksi introvert (tertutup) dari siswa tersebut sehingga menyulitkan untuk melakukan terapi kejiwaan. Akibatnya, seorang guru langsung memberikan “tugas” tertentu dengan gayanya yang khas.

Setelah dievaluasi, tugas yang diberikan tersebut ternyata bukan saja siswa yang dianggap bodoh dalam kelasnya saja yang mengalami kesulitan, tetapi yang dianggap pintar pun mengalami masalah yang sama. Karena itu, terapi kejiwaan sangat penting untuk dilakukan agar siswa tidak dirugikan dan guru dapat mengembalikan kembali gairah atau prestasi belajar siswa.

Pemberian motivasi
Siswa yang dianggap pintar dan siswa yang dianggap bodoh, masing-masing akan larut dalam kepintaran dan kebodohannya karena menganggap bahwa kondisi yang dimilikinya tidak semata-mata ditentukan oleh diri siswa itu sendiri, tetapi ada peran lain yang ikut mempengaruhinya. Misalnya, prestasi siswa yang selama ini diperolehnya akan mempengaruhi penilaian (evaluasi) guru terhadapnya, atau kondisi dan kesan badly (jelek) yang ditampilkan siswa akan memperburuk citra dirinya, sehingga apa pun usaha yang dilakukan tidak akan mempengaruhi guru dalam melakukan evaluasi. Mungkin hal ini diperparah lagi dengan seringnya siswa tersebut menyontek atau membuka catatan saat ujian, ternyata bahwa setelah hasil ujian (evaluasi) tersebut diperlihatkan, hasilnya tetap jelek. Kondisi seperti ini jelas akan ikut memperburuk motivasi belajar siswa.

Guru yang berperan sebagai evaluator, hendaknya melihat gejala seperti ini sebagai suatu hal yang mesti dibenahi untuk mencapai tujuan evaluasi yang maksimal dengan cara memberikan motivasi terhadap siswa yang “bermasalah”.

Jika dilihat dari jenisnya, motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri dengan kata lain kegiatan belajar yang berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu sendiri. Misalnya belajar karena ingin menjadi seorang profesor dan lain-lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul dari luar diri siswa seperti: Belajar demi memenuhi kewajiban, belajar demi memperoleh hadiah material, belajar demi meningkatkan gengsi dan lain sebagainya.

Adapun fungsi motivasi menurut Oemar Hamalik (2001; 161) adalah sebagai berikut:
-   Mendorong timbulnya kelakuan atau perbuatan.
-   Motivasi berfungsi sebagai pengarah.
-   Motivasi berfungsi sebagai penggerak.

Sedangkan fungsi motivasi menurut Winkel (1989; 94) mengibaratkan motivasi dengan kekuatan mesin di kendaraan. Mesin yang berkekuatan tinggi menjamin lajunya kendaraan biar jalan itu mendaki dan kendaraan membawa muatan yang berat. Namun motivasi belajar tidak hanya memberikan kekuatan pada daya-daya belajar, tetapi juga memberi arah yang jelas.

Menghindari ketakutan
Rasa takut juga menjadi kendala siswa dalam melakukan fungsi dan perannya di dalam keseluruhan proses aktivitas pengajaran. Kondisi psikologis ini mungkin saja muncul di tengah-tengah keluarga, masyarakat, atau mungkin juga terhadap teman dan gurunya sendiri. Rasa takut seperti ini akan selalu mengganggu pikirannya, karena hal tersebut dekat dan berada di hadapannya.

Jika hal ini terjadi, maka jelas akan berdampak buruk bagi perkembangan prestasi belajar dan minat belajar siswa. Maka, rasa takut ini sejauh mungkin bias dikenali oleh seorang guru. Cara mengatasinya mungkin dengan jalan bertanya kepada teman dekatnya, orang tuanya, atau secara langsung kepada siswa tersebut.

Kontak peran dengan orang tua
Siswa terkadang juga mengalami posisi dilematis dalam melakukan perannya di lingkungan sekolah. Di satu sisi, guru mengharapkan proses dan hasil pengajaran yang maksimal, tetapi di sisi lain perang orang tua di rumah tidak sejalan dengan peran guru di sekolah, sehingga pada akhirnya nilai-nilai yang berkembang di sekolah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di rumah.

Dalam kondisi seperti ini, siswa memanfaatkan sekolah sebagai tempat pelarian. Jika seperti ini kondisinya, maka sulit untuk diharapkan siswa akan memperoleh hasil yang maksimal dalam evaluasi.

Mengubah cara dan gaya belajar
Di sisi lain, terkadang kita menemukan seorang siswa memiliki gaya dan cara belajar yang lain dari rekan-rekannya. Ada yang memiliki cara belajar dengan membuat ringkasan, ada yang pakai transparansi, ada yang pakai stabil pada catatan, bahkan ada juga yang secara serampangan dengan hanya mengandalkan catatan yang banyak coretan.

Gaya belajarnya pun mungkin berbeda-beda, ada yang senang sambil mendengarkan musik, sambil menonton TV, ada yang senang belajar semalam suntuk saat ada tugas yang diberikan guru, ada yang senang belajar di hening malam, bahkan mungkin juga ada yang senang belajar sambil makan dan bermain. Sering pula kita temui ada siswa yang mau belajar hanya ketika dikontrol oleh orang lain, ketika tidak ada yang mengontrolnya, maka minat belajarnya hilang.

Guru yang ingin melakukan evaluasi yang sukses, hendaknya mengenali cara dan gaya belajar siswa seperti ini, kemudian secara perlahan-lahan melakukan upaya untuk meminimalisir cara dan gaya belajarnya yang ekstrem.

Memunculkan masalah pada siswa
Memunculkan masalah pada seorang siswa bukan dimaksudkan untuk membebani siswa dalam satuan pengajaran, akan tetapi dimaksudkan untuk menghadapkan suatu masalah pada siswa untuk dipersoalkan, sehingga siswa responsive terhadap masalah tersebut, yang pada akhirnya ketika siswa menghadapi persoalan yang sama, siswa diharapkan mampu mengatasi persoalan itu, disamping sasarannya untuk mengembangkan sikap kritis atas berbagai gejala dan akses yang muncul.

Rasa bersahabat
Sikap bersahabat antara seorang guru dan siswa, juga menjadi factor penentu berhasilnya evaluasi. Karena hal ini akan memberi support dan rasa dihargai pada diri siswa, akan muncul reaksi nyata yang berupa belajar dengan serius. Ketika reaksi belajar dengan serius muncul, berarti secara otomatis akan ikut mempengaruhi kualitas pencapaian evaluasi yang dilakukan.

Tanamkan budaya belajar yang kritis
Tidak sedikit guru melakukan proses pembelajaran dengan cara komunikasi satu arah saja, sehingga gurulah yang menjadi aktif, sedangkan siswa menjadi pasif. Implikasi negatif dari proses pembelajaran seperti ini, akan memunculkan siswa yang belajar tanpa budaya belajar yang kritis.

Efektivitas dan pentingnya belajar kritis, dimaksudkan untuk mengakses semua persoalan yang menjadi tema pembahasan dalam proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya tujuan umum dan khusus dari pembelajaran itu mencapai sasaran yang diharapkan.

Kesimpulan
Untuk menjadi seorang evaluator yang sukses maka seorang guru harus memperhatikan berbagai hal yang menjadi kiat-kiat sukses agar pelaksanaan evaluasi mendapatkan hasil yang baik ataupun memuaskan.

Adapun yang menjadi kiat-kiat evaluator yang sukses diantaranya yaitu: mengenali kesulitan siswa, pemberian terapi kejiwaan terhadap siswa, memberikan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik terhadap siswa, menghindari ketakutan, mengadakan kontak peran dengan orang tua siswa, mengubah cara dan gaya belajar, memunculkan masalah pada siswa, rasa bersahabat, dan menanamkan budaya belajar yang kritis pada diri siswa.


------------------------@@@------------------------
REFERENCES

Mukhtar. 2003. Evaluasi yang Sukses Pedoman Mengukur Kinerja Pembelajaran. Jakarta: Sasama Mitra Suksesa.

Oemar Hamalik. 1990. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

Winkel WS. 1996. Psikologi Belajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Martinis Yamin. 2007. Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.

<http://id.wikipedia.org/wiki/Evaluasi#kiat>_evaluator

5 komentar:

  1. Kang harjo guru yak ?
    #bertanya-tanya dalam hati
    penasaran.

    mantap banget tulisannya,walaupun ada beberapa yang gak saya begitu mengerti.hhe

    BalasHapus
  2. bener tuh kata uchank, kang harjo guru bukan bukan.?
    salam knl ya kang saya follow blognya.

    di tunggu follow baliknya :)

    BalasHapus
  3. brother Uchank dan KAz..>> saya belum jadi guru brother..hehe.. ini hanyalah makalah usang semasa saya kuliah dulu. dari pada cuma saya simpan, mending saya share kan aja sapa tau bermanfaat buat yang lain..
    terimakasih kunjungannya... :)

    BalasHapus
  4. mantap kang,,,,
    moga sya bisa menjadi evaluator yang selalu melihat sisi objektifitas.....

    BalasHapus

Terimakasih Atas Kunjungannya dan silahkan tinggalkan komentar...!!! :)
mohon untuk tidak meninggalkan link aktif....!!